Lonceng Merah 2

Rema membelalakkan matanya. Baru kali ini ada seseorang yang melontarkan pertanyaan seperti itu.
"K..ka..kau bisa mendengar..suara..lonceng itu?" Rema bertanya setengah berbisik.
Ia tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Tenma.
Tenma mengangguk tenang. "Tentu bisa. Apakah itu aneh? bukankan "kita" bisa mendengar suara itu?" ucap Tenma yang semakin bingung.
"Kita? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Selama ini aku mengira aku adalah anak aneh yang bisa mendengar suara lonceng." Ucap Rema setengah bergidik.
"Kau tidak mengerti? kau tidak pernah menanyakannya pada orang tuamu?". Pertanyaan Tenma membuat Rema terdiam.
Tenma menghentikan langkahnya. "Astaga.. orang tua mu sudah tiada?". Mata hijaunya menatap sosok Rema. Gadis itu mengangguk.
"Kita harus segera pergi dari tempat ini!" Tenma menarik keras tangan gadis itu, membawanya pergi dari sekolah, pergi ke suatu tempat yang tidak pernah dikunjungi oleh satupun manusia biasa.

Setelah perjalanan 'tak terlihat' yang sungguh konyol, mereka akhirnya berhenti di suatu tempat.
"Bisa kau jelaskan padaku kenapa kau membawaku pergi ke sini?". Rema bertanya sembari melihat sekelilingnya.
 Tempat ini adalah hutan. Bukan hutan biasa. Melainkan Hutan Remonia, tempat dimana para penyihir tinggal dan tempat dimana orang-orang aneh tinggal.
"Ini adalah tempat yang layak yang seharusnya kau diami sejak dulu. Inilah rumahmu." Ucapan Tenma menyentak pikiran Rema.
Rema menatap Tenma dalam diam, seakan gadis itu mengatakan "kau yakin? kau pasti bercanda" lewat mata coklatnya.

"Ayo segera ikuti aku. Ku tunjukkan rumah kecilmu." Tenma menunjuk ke dalam hutan dengan sentakan kepalanya.
"Astaga. Kenapa aku bisa membaca pikiranmu? Ini..aneh! Tidak masuk akal!" Rema terdiam di luar Hutan Remonia.
Berusaha mengeluarkan suaranya. Gagal. Ia mencoba berteriak. Gagal. Berusaha memanggil Tenma dengan berteriak. Usahanya gagal.
"Bisakah kau diam dan ikuti aku? Suaramu itu sungguh jelek dan mengacaukan konsentrasiku."  Tenma menatap gadis itu dengan tatapan jengkel.
"Maaf. Aku tidak.. terbiasa dengan hal-hal seperti ini, karena ini sungguh tidak masuk akal. Memang aku pernah membaca kalau orang yang dapat berbicara melalui pikirannya adalah orang ya memiliki hmpfttt..". Tenma segera menutup mulut gadis itu. Memang tidak ada pengaruhnya, tapi setidaknya itu bisa menghentikan Rema yang cerewet.

"Maaf." ucap Rema.
Tenma tersenyum. "Kau pasti akan terbiasa."

Mereka berjalan hingga ke pelosok terdalam Hutan Remonia. Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah perkampungan kecil.
"Wooooooooww!" ucap Rema takjub. "Eh? aku bisa bicara!" Rema melompat kegirangan.
"Hhh.. kupikir kau adalah gadis polos dan lugu, ternyata kau tak punya malu..".
Rema berhenti melompat, dan menatap Tenma dengan tatapan menusuk.
"Diam saja dan tunjukkan rumahku.."
"Aye aye! ma'am!" Tenma tersenyum jahil.

To be continue..

Comments

Popular Posts